Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

Kamus Kecil Bahasa Melayu Dialek Kuantan Singingi (Huruf A dan B)

A abi              = habis amo            = sejenis serangga yg gigitannya menimbulkan gatal ambo          = saya antu            = hantu ariang         = bau kencing; bau pesing ayiar; ayie   = air B bili                    = (1) iblis   (2) ikan teri biliak                = bilik; kamar bongak             = bodoh; tidak bisa bonsu               = panggilan untuk saudara laki-laki yang kecil dari bapak kita boruak             = beruk bosar; bosae    = besar buli-buli           = botol

Duo Datuak

Ada sebuah foto yang selalu membuatku bangga. Di dalamnya, aku berfoto dengan kedua datukku. Pada waktu itu, usiaku sekitar 2 atau 3 tahun. Kebanggaan itu disebabkan, di antara kami kakak beradik, hanya aku yang sempat berfoto dengan kedua datukku itu sekaligus. Nama datukku itu Datuk Aminuddin, bapak papa, dan Datuk Sulaiman Tongku Kocik, ayah ibu. Sebenarnya, tidak banyak yang kuingat dari beliau berdua karena ketika usiaku masih kecil, beliau berdua sudah dipanggil Yang mahakuasa. Dari kedua datukku ini, Datuk Aminuddin meninggal lebih dahulu, yaitu tahun 1974. Sebelum meninggal, beliau sempat terkena stroke sehingga menyulitkannya beraktifitas. Beliau ini pandai mengobati dan mauruik orang. Kepandaian beliau inilah yang diperlihatkannya beberapa waktu sebelum meninggal. Ceritanya, karena datuk sedang sakit, kami sekeluarga datang menjenguknya ke Simandolak. Waktu itu, adikku Eri yang sudah berusia beberapa bulan, belum juga bisa berjalan. Ketika hal itu dikatakan kepada beliau

Ziarah ke Kuburan Niniak Tuanku Putih

Gambar
Dulu ketika masih kecil, setiap berlebaran di kampung, pada hari raya ketiga, keluarga besar kami akan berziarah ke kuburan Niniak Tuanku Putih di Kampung Kepala Pulau, Baserah. Niniak ini adalah ayah dari Tinoku, Bulih Urai. Untuk pergi ke kampung itu, kami menggunakan pompong, sejenis sampan beratap yang memakai mesin. Maklumlah, waktu itu, jalan ke Kampung Kepala Pulau masih belum bagus. Hanya beberapa tempat yang sudah disemen. Jalan seperti ini biasa disebut jalan bangdes karena pembiayaannya menggunakan uang pembangunan desa (bangdes).  Naik pompong menjadi keasyikan tersendiri bagi kami. Pemandangan indah di sepanjang Batang Kuantan, benar-benar memanjakan mata. Sesekali, terlihat orang-orang yang mandi di sungai tersebut. Sejuknya air sungai membuat kami menjulurkan tangan ke air. Akan tetapi, tidak lama karena orang-orang tua akan melarang kami, khawatir mengundang buaya yang masih ada di sungai tersebut, walaupun jarang terlihat. Yang kami kunjungi di Kampung Kepala Pulau

Musim Harimau

Gambar
Kalau di daerah lain hanya ada musim kemarau, musim hujan, dan musim buah-buahan, seperti rambutan, durian, mangga, atau yang lainnya, di kampungku ada musim harimau. Mengerikan bukan? Disebut musim harimau karena pada waktu itu banyak orang atau hewan yang menjadi korban santapan harimau. Menurut kepercayaan, harimau akan marah kalau ada di antara masyarakat di kampung tersebut yang berbuat maksiat, seperti berzinah. Katanya, harimau merasa kepanasan (gerah) karena perbuatan tersebut. Akibatnya, dia akan memperlihatkan diri di sekitar kampung atau memperdengarkan aumannya yang menakutkan. Tidak jarang, harimau menangkap manusia, atau di kampung disebut dicokou rimau . Biasanya yang menjadi korban adalah para panakiak yang sedang menyadap gota di hutan atau di ladang-ladang yang berada jauh di permukiman penduduk. Barangkali, sebenarnya pada saat itu, hutan tempat harimau berdiam dan mencari makan sudah mulai terganggu. Oleh karena itu, dia mulai ekspansi ke permukiman penduduk.

Bukit Berbunga

Namanya Bukit Berbunga. Kami menyebutnya begitu. Entah siapa yang mempunyai ide menamainya seperti itu. Tidak juga diketahui mengapa disebut begitu. Mungkin juga karena pada waktu itu, lagu "Bukit Berbunga" yang dinyanyikan Uci Bing Slamet sedang ngetop-ngetopnya. Kadang, kami menamainya Bukit Angin Mamiri. Kalau ini, disebabkan lagu "Aging Mamiri" yang berasal dari Sulawesi itu. Kami tidak mengetahui arti lagu tersebut. Jadi, "Anging" kami pikir "angin" sehingga bukit yang berangin dan berhawa sejuk itu kami anggap seperti lagu "Anging Mamiri". Istilah itu hanya diketahui oleh kami, keturunan Tino Bulih Urai dan Datuk Sulaiman Tongku Kocik. Jadi, kalau ditanyakan kepada orang lain, bisa jadi mereka tidak mengetahuinya. Bukit Berbunga adalah sebuah tempat yang agak tinggi dari daerah lain, yang berada di Pasar Baru Baserah. Dulu di bawah bukit ini ada rumah PLN dan sebuah kilang gota yang dipunyai Mak Nuri, begitu kami memanggil

Korupsi dalam Sajak Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi” karya Edi Ahmad RM

I. Pengantar Dewasa ini korupsi tak hanya menjadi bagian dari berita-berita di surat kabar atau televisi. Korupsi sudah ada di sekeliling kita, mulai dari yang kelas berat, yang merampok uang rakyat trilyunan rupiah, sampai korupsi waktu yang kadang tidak kita sadari sebagai bentuk dari korupsi. Mengguritanya korupsi ini pula tampaknya yang merisaukan Edi Ahmad RM sehingga kemudian muncul sajak “Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi”. Kedua sajak ini pernah dimuat di Riau Pos dan kemudian menjadi salah satu sajak terpilih tahun 2009 di dalam kumpulan sajak Ziarah Angin: Sajak Pilihan Riau Pos 2009. Membaca sajak “Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi” seakan melihat seorang penyair yang bermain-main dengan teks Proklamasi dan teks Pembukaan UUD 45. Bagaimana tidak, teks yang dianggap sedemikian penting bagi bangsa ini, diplesetkan sedemikian rupa. Apakah sajak ini memang hanya sekadar main-main? Sajak ”Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi” menjadi menarik tidak hanya