Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2012

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM CERITA “ANAK DURHAKA” DI RIAU

1.      Pengantar Cerita Malin Kundang dikenal sebagai ikon cerita anak durhaka di Indonesia . Selain cerita tersebut, sebenarnya masih banyak cerita anak durhaka lainnya, seperti   cerita “Batu Belah Batu Bertangkup” yang cukup dikenal karena cerita tersebut juga ada di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Aceh, Riau dan Kepualuan Riau, Sumatera Selatan, bahkan cerita ini juga ada di Malaysia dan Brunai. Di Riau didapati cerita “ si Lancang ” , “ si Umbut Muda ” , “ Rawang Tekuluak ” ,   “Legenda Pulau Halang”, dan sebagainya. Ketika hendak meneliti cerita anak durhaka, pikiran pertama yan g terlintas adalah melihat cerita ini sebagai pengajaran bagi anak supaya jangan melawan kepada orang tua karena akan diganjar hukuman nantinya. Hal tersebut tentu saja tidak salah. Akan tetapi , di dalam tulisan ini, pembicaraan mengenai cerita anak durhaka ini dilihat dari perspektif l ain, yaitu perspektif gender. Di dalam feminisme, ada dikotomi m

Mentariku Redup Ditelan Senja

Senja mulai merangkak pelan. Di barat semburat jingga dengan sapuan kemerahan melatari sekawanan burung yang terbang ke sarangnya. Tiupan angin laut terasa menyegarkan di pelataran rumah yang kami bangun selama lima tahun terakhir. Ini sebuah rumah yang menjadi impianku sejak dulu.             Ketenanganku terusik ketika aku mendengar suara suamiku. “Ris, boleh aku menikah lagi?”             Aku terdiam. Pemandangan indah di hadapanku seakan meluntur seperti lukisan cat air yang tersiram hujan. Aku seakan bermimpi. “Benarkah yang kudengar?”             Aku menatap Fai, suamiku. Dia adalah orang yang paling dekat denganku lima tahun terakhir. Aku merasa hidupku dengannya baik-baik saja. Kami mempunyai pekerjaan yang baik yang memungkinkan kami hidup mapan. Kami mempunyai sebuah rumah mungil yang cantik di tepi laut. Kami punya segalanya. Eh , tidak semuanya, kami tidak punya anak dalam lima tahun pernikahan kami.             “Karena anak, Fai?” tanya

HUBUNGAN ORANG MELAYU DAN TIONGHOA DALAM CERPEN “TAK SAMPAI BERSAMPAN KE KAMPUNG KUSTA”

1.    PENGANTAR Masyarakat Riau adalah masyarakat yang heterogen. Berbagai suku dan etnis ada di daerah ini. Salah satunya adalah etnis Tionghoa. Etnis ini ada di hampir semua daerah di Riau. Biasanya mereka berdiam di ibukota provinsi atau kabupaten. Populasi yang terbanyak terdapat di Bagan Siapi-api, Kabupaten Rokan Hilir. Mereka diperkirakan datang ke Bagan Siapi-api sekitar tahun 1820.  Jadi, sebenarnya, orang Tionghoa mempunyai sejarah yang cukup panjang di Riau. Hubungan antara masyarakat Melayu sebagai penduduk asli Riau, dengan orang Tionghoa tergolong unik. Walaupun mereka dapat hidup berdampingan,  ketegangan-ketegangan kecil kadang menghiasi pergaulan mereka. Pandangan-pandangan stereotip yang melekat pada masing-masing etnis, membuat penyatuan (akulturasi) keduanya tidak berjalan mulus. Akan tetapi, jarang sampai terjadi konflik besar seperti yang pernah terjadi di Bagan siapi-api pada tahun  1946. Sebagai sebuah karya yang merefleksi