Gambaran Wanita Cantik Masyarakat Melayu Rantau Kuantan dalam Pantun

Walau tidak bisa dikatakan sebagai sebuah dokumen sosial dan sejarah yang akurat, sebuah karya sastra seringkali menggambarkan apa yang menjadi keinginan, pikiran, perasaan, dan nilai-nilai yang ada di dalam suatu masyarakat. Jadi, apa yang tertuang di dalam sebuah karya sastra acapkali tidak hanya merupakan pikiran dan perasaan yang dipunyai pengarang semata, tetapi juga gambaran pikiran dan perasaan masyarakat secara kolektif. Hal tersebut disebabkan seorang pengarang adalah juga bagian dari masyarakat sehingga sedikit banyak akan berpengaruh pula pada pengarang.
Pantun merupakan salah satu hasil sastra lisan yang sekarang masih hidup di dalam masyarakat Rantau Kuantan (sekarang termasuk ke dalam Kabupaten Kuantan Singingi). Di dalamnya terdapat berbagai tuangan pemikiran, perasaan, dan kondisi sosial budaya masyarakat Rantau Kuantan, seperti yang berhubungan dengan masalah agama dan kepercayaan, masalah muda-mudi (percintaan), dan mata pencaharian.
Di samping masalah-masalah tersebut, ternyata di dalam pantun terdapat pula gambaran mengenai wanita cantik (konsep kecantikan) menurut alam pikiran masyarakat Rantau Kuantan. Konsep mengenai kecantikan seorang wanita ini tidak hanya berpijak pada sesuatu yang bersifat fisik, tetapi juga tingkah laku. Di dalam pantun, wanita dianggap cantik apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.

1. Berkulit Hitam Manis
Di dalam beberapa pantun yang diciptakan, disimpulkan bahwa wanita dengan kulit hitam manis dianggap masyarakat Rantau Kuantan sebagai wanita yang cantik. Wanita yang berkulit demikian dianggap sanggup membuat pria mabuk kepayang.

Poca kuali rang Padang Gontiang
Poca mamanggang paniaram
Itam mani bibirnyo lotiang
Itu mambao ati den karam

Pecah kuali orang Padang Gonting
Pecah memanggang paniaram
Hitam manis bibirnya lotiang
Hal itu membawa hatiku karam

Pandangan tersebut diperkuat oleh pantun lain yang senada dengan pantun di atas, yaitu:

Limau mani di Sumanik
Masak saule den kinyam juo
Nan itam mani di pintu bilik
Nampak sakilek la ilang bulo

Limau manis di Sumanik
Masak sedikit kucicip jua
Yang hitam manis di pintu bilik
Tampak sekilas sudah hilang pula

Namun demikian, di dalam perkembangannya, konsep ini tampaknya mengalami perubahan. Hal ini seiring dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia, yang menginginkan kulit berwarna putih (kuning). Kulit wanita Indonesia yang pada umumnya berwarna coklat (sawo matang), dengan berbagai cara diupayakan lebih putih (kuning) sehingga kosmetik-kosmetik yang menjanjikan perubahan kulit supaya menjadi semakin putih (kuning) menjadi laku di pasaran.
Konsep bahwa untuk dianggap cantik itu haruslah berkulit putih (kuning) tampaknya berpengaruh pula pada masyarakat Rantau Kuantan, sehingga kemudian muncul pantun-pantun yang mempunyai pandangan yang berbeda, seperti di bawah ini.

Ayiar salupak dalam talam
Ayiar di goluak dimandisi
Kuniang tadogak tongah malam
Bantal dipoluak ditangisi

Air tergenang dalam talam
Air di geluk dimandisi
Kuning merasa rindu tengah malam
Bantal dipeluk ditangisi

Dari Sarona ka Basora
Singgah bamalam di Padang Kunik
Den songko kilek kilau gaja
Kiro nan kuniang golak tasingik

Dari Sarona ke Baserah
Singgah bermalam di Padang Kunyit
Kusangka kilat kilau gajah
Kiranya yang kuning gelak tersingit


2. Berambut Panjang

Di Indonesia pernah terjangkit demam model rambut Demi Moore, yang pada waktu itu bermain di dalam film Ghost. Di dalam film tersebut, Demi Moore berambut pendek, bisalah dikatakan seperti model rambut laki-laki. Model ini juga sempat merambah ke Rantau Kuantan. Akan tetapi, sesungguhnya masyarakat Rantau Kuantan mempunyai pandangan yang berbeda mengenai model rambut ini. Perhatikan pantun-pantun di bawah ini.

Kobau siapo nan panjang tanduk
Patah tiang ditanduknyo
Anak siapo nan panjang obuak
Siang jo malam dimabuaknyo

Kerbau siapa yang panjang tanduk
Patah tiang ditanduknya
Anak siapa yang panjang rambut
Siang dan malam dimabuaknya

Dari kedua pantun tersebut dapat dilihat bahwa gadis yang mempunyai rambut panjanglah yang dapat membuat para pria tergila-gila dan jatuh cinta. Pada pantun berikutnya, bahkan ditambahkan bahwa rambut panjang yang dimaksud hendaknya yang sampai sebatas pinggang.

Panjang Rantau Simalinyang
Boke manuang paramato
Panjang rambuik hinggo pinggang
Boke maurai ayiar mato

Panjang Rantau Simalinyang
Tempat menuang permata
Panjang rambut hingga pinggang
Tempat mengurai air mata

Konsep kecantikan ini tampaknya bersesuaian dengan perumpamaan yang berhubungan dengan rambut, yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yaitu “rambutnya bagai mayang terurai”, yang berarti mempunyai rambut yang panjang. Di luar urusan kepraktisan, pada dasarnya rambut panjang yang hitam lebat menjadi dambaan setiap wanita.

3. Berbibir Lotiang
Berbeda dengan pandangan umum yang menganggap bibir yang cantik itu adalah bibir yang berwarna merah delima atau delima merekah, masyarakat Rantau Kuantan mempunyai kriteria tersendiri mengenai bibir yang dianggap cantik, yaitu bibir yang lotiang. Tidak ada padanan yang tepat untuk kata ini di dalam bahasa Indonesia. Yang dimaksud bibir lotiang adalah bibir atas yang bagian tengahnya mempunyai lekukan, sedikit tinggi dari bagian bibir lainnya.

Poca kuali rang Padang Gontiang
Poca mamanggang paniaram
Itam mani bibirnyo lotiang
Itu mambao ati den karam

Pecah kuali orang Padang Gontiang
Pecah memanggang paniaram
Hitam manis bibirnya lotiang
Itu membuat hatiku karam

Bentuk bibir yang lotiang ternyata menurut masyarakat Rantau Kuantan merupakan bentuk bibir yang dianggap ideal dan dapat membuat hati pria tergoda. Bibir lotiang juga mengesankan seseorang itu selalu tersenyum.

4. Senyum Tersingit
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:1070) mengartikan singit (Mk) adalah ‘membuka (menyingkap) tutup (selubung dsb.) sedikit; tampak (terbit dsb.) sedikit.’ Dari pengertian kata singit di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa gelak tersingit adalah ‘gelak yang hanya membuka sedikit saja bibir.’

Dari Sarona ke Basora
Singgah bamalam di Padang Kunik
Den songko kilek kilau gaja
Kiro nan kuniang golak tasingik

Dari Sarona ke Baserah
Singgah bermalam di Padang Kunyit
Kusangka kilat kilau gajah
Kiranya yang kuning gelak tersingit

Jadi, wanita dianggap cantik apabila tersenyum dengan membuka bibir sedikit saja, bukan tertawa terbahak-bahak. Hal ini sesuai pula dengan tuntunan Rasulullah yang menganjurkan umatnya untuk tersenyum seadanya saja, tidak berlebih-lebihan, apalagi sampai terkekeh-kekeh.


5. Berbaju Kuning
Konsep yang terakhir ini tidak berhubungan dengan fisik yang melekat pada sang gadis secara langsung, tetapi lebih kepada pakaian yang dipakainya.

Bakukuak ayam di topi tobiang
Kukuak enyo baganti-ganti
Kok dapek adik nan baju kunian
Panggang kamonyan sagodang boti

Berkokok ayam di tepi tebing
Kokoknya ganti-berganti
Kalau dapat adik yang baju kuning
Panggang kemenyan sebesar betis

Di dalam masyarakat Melayu, terutama Melayu Riau, warna kuning dianggap warna kebangsawanan (raja-raja). Berbagai hal yang berkenaan dengan lambang kerajaan selalu bernuansa kuning. Demikian pula dengan pakaian adat yang biasa dipakai oleh orang-orang keturunan bangsawan ini. Dahulu warna ini memang hanya digunakan oleh kelompok ini saja. Akan tetapi, sekarang penggunaan warna kuning tidak seperti dulu lagi. Artinya, masyarakat biasa pun tidak dilarang dan diperbolehkan untuk menggunakan pakaian berwarna kuning ini.
Meskipun demikian, warna ini tampaknya masih dianggap warna yang menunjukkan “ketinggian” derajat orang yang memakainya sehingga kemudian di dalam pantun-pantun, gadis yang didambakan adalah gadis yang menggunakan pakaian kuning. Bisa jadi makna pantun tersebut tidak hanya sekadar gadis yang berbaju kuning, tetapi adalah gadis yang memelihara ketinggian derajat perilakunya.
Pantun di bawah ini dapat dianggap mendukung asumsi tersebut, yaitu bagaimana seorang gadis yang berbaju kuning berperilaku berbeda dengan anggapan yang berlaku umum. Wanita berbaju kuning, seharusnya berperilaku baik, tetapi di dalam pantun ini wanita tersebut tidak menepati janji. Wanita yang demikian itu akan menanggung dosa atas perilakunya tersebut.

Iyo kamuniang di topi koto
Batang pitulo dipijakkan
Nan baju kuniang tangguanglah doso
Sudah baiyo kau indakkan

Kemuning di tepi kota
Batang gambas dipijakkan
Yang baju kuning tanggunglah dosa
Setelah iya kau tidakkan.

6. Pemalu

limau mani di Sumanik
masak saule den kinyam juo
nan itam mani di pintu bilik
nampak sakilek la ilang bulo

limau manis di Sumanik
masak sedikit kucicip jua
yang hitam manis di pintu bilik
tampak sekilas sudah hilang pula

Pantun tersebut tidak hanya memuat konsep wanita berkulit hitam manis saja yang dianggap cantik, tetapi juga secara implisit terlihat bahwa wanita Melayu Rantau Kuantan yang dianggap cantik adalah juga wanita pemalu. Hal ini terlihat dari isi dari pantun di atas, yaitu yang hitam mani di pintu bilik, tampak sakile la hilang pulo. Hal ini dapat diasumsikan bahwa wanita tersebut adalah orang yang tidak bergaul secara bebas, dalam hal ini dengan seorang pria. Dia membatasi diri dan terkesan malu-malu dalam pergaulannya dengan lawan jenis. Mungkin sebuah kesimpulan yang terlalu jauh, tetapi wanita yang dianggap lebih “menantang” untuk dikenali lebih jauh dan seringkali membuat penasaran pria adalah wanita yang malu-malu kucing. Tampaknya sedikit banyak konsep ini dipengaruhi oleh agama Islam yang dianut oleh masyarakat Rantau Kuantan bahwa pergaulan wanita dan pria dibatasi pada aturan-aturan yang mengikat, yang harus dipatuhi.
Sejalan dengan perkembangan zaman, bisa saja konsep mengenai wanita cantik ala masyarakat Rantau Kuantan tersebut berubah. Lagi pula, sebagai sebuah karya sastra, unsur imajinatif pengarangnya juga seringkali masuk ke dalam hasil karangannya, entah itu puisi (termasuk pantun), prosa, atau drama. Akan tetapi, demikianlah konsep kecantikan menurut masyarakat Rantau Kuantan yang disimpulkan melalui pantun-pantun yang masih diperdengarkan pada acara-acara tertentu.

(tulisan ini dimuat di Majalah Sagang)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan "Syair Surat Kapal" dari Kabupaten Indragiri Hulu

Kamus Kecil Bahasa Melayu Dialek Kuantan Singingi (Huruf O dan P)

Legenda Pulau Halang