Bukit Berbunga

Namanya Bukit Berbunga. Kami menyebutnya begitu. Entah siapa yang mempunyai ide menamainya seperti itu. Tidak juga diketahui mengapa disebut begitu. Mungkin juga karena pada waktu itu, lagu "Bukit Berbunga" yang dinyanyikan Uci Bing Slamet sedang ngetop-ngetopnya.

Kadang, kami menamainya Bukit Angin Mamiri. Kalau ini, disebabkan lagu "Aging Mamiri" yang berasal dari Sulawesi itu. Kami tidak mengetahui arti lagu tersebut. Jadi, "Anging" kami pikir "angin" sehingga bukit yang berangin dan berhawa sejuk itu kami anggap seperti lagu "Anging Mamiri".

Istilah itu hanya diketahui oleh kami, keturunan Tino Bulih Urai dan Datuk Sulaiman Tongku Kocik. Jadi, kalau ditanyakan kepada orang lain, bisa jadi mereka tidak mengetahuinya.

Bukit Berbunga adalah sebuah tempat yang agak tinggi dari daerah lain, yang berada di Pasar Baru Baserah. Dulu di bawah bukit ini ada rumah PLN dan sebuah kilang gota yang dipunyai Mak Nuri, begitu kami memanggilnya. Di sebelah kanannya ada sekolah Tsanawiyah yang sekarang sudah dipindahkan ke bawah bukit.

Di bukit inilah rumah tinoku. Rumah ini cukup besar dengan halaman yang sangat luas. Dulu, selain kelapa, jengkol, rambutan, dan sawo, ada juga jambu monyet, jambu jambak, dan kalimuntiang.

Rumah ini merupakan tempat keluarga besar kami berkumpul. Biasanya hal itu dilakukan pada saat bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Semua keluarga besar berupaya datang. Mak Wahiruddin dan Tek Djahidah di Jakarta, Umi Faridah, Ibuku, Sudarnis, dan Tek Djasmaniar di Pekanbaru, serta Mak Hermansyah dari Lampung berkumpul pada saat itu. Masing-masing membawa keluarganya.

Sebenarnya rumah ini tidak hanya ditunggui oleh tino (Datukku meninggal pada 1974). Ibuku dan Umi Faridah pernah tinggal di rumah ini secara bergantian. Tradisi pulang kampung ini sering dilakukan sewaktu kami masih kecil. Semakin besar, hal tersebut jarang dilakukan, apalagi setelah ada kebijakan tidak libur pada saat bulan Ramadhan diberlakukan. Tradisi ini kian jarang dilakukan ketika tidak ada seorang pun anak tino yang tinggal di Baserah karena pindah tugas ke Pekanbaru. Tino yang semakin berusia lanjut, dengan berat hati harus meninggalkan rumahnya dalam keadaan kosong, dan ikut anak-anaknya ke Pekanbaru.

Namun, kenangan tentang Bukit Berbunga tak mudah dilupakan. Ada terselip harapan, kepindahan salah seorang sepupuku ke rumah ini, akan membuat tradisi pulang kampung dan menikmati keindahan dan kesejukan Bukit Berbunga akan terulang kembali. Semoga!

catatan :
kilang gota = tempat pengilangan/pengolahan karet
Datuak = kakek
tino = nenek

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita "Sutan Nan Garang" dalam Randai Kuantan, Kab. Kuantan Singingi

Pengarang-Pengarang Riau

Kumpulan "Syair Surat Kapal" dari Kabupaten Indragiri Hulu