Duo Datuak

Ada sebuah foto yang selalu membuatku bangga. Di dalamnya, aku berfoto dengan kedua datukku. Pada waktu itu, usiaku sekitar 2 atau 3 tahun. Kebanggaan itu disebabkan, di antara kami kakak beradik, hanya aku yang sempat berfoto dengan kedua datukku itu sekaligus.

Nama datukku itu Datuk Aminuddin, bapak papa, dan Datuk Sulaiman Tongku Kocik, ayah ibu. Sebenarnya, tidak banyak yang kuingat dari beliau berdua karena ketika usiaku masih kecil, beliau berdua sudah dipanggil Yang mahakuasa.

Dari kedua datukku ini, Datuk Aminuddin meninggal lebih dahulu, yaitu tahun 1974. Sebelum meninggal, beliau sempat terkena stroke sehingga menyulitkannya beraktifitas. Beliau ini pandai mengobati dan mauruik orang. Kepandaian beliau inilah yang diperlihatkannya beberapa waktu sebelum meninggal. Ceritanya, karena datuk sedang sakit, kami sekeluarga datang menjenguknya ke Simandolak. Waktu itu, adikku Eri yang sudah berusia beberapa bulan, belum juga bisa berjalan. Ketika hal itu dikatakan kepada beliau, dengan tangannya, datuk  meminta ibuku untuk membawa adikku itu mendekat. Setelah itu, beliau memijat kedua kaki Eri. Hebatnya, beberapa jam kemudian, pada hari itu juga, adikku yang dibawa bermain di tanah, dapat berjalan .

Datuk Sulaiman Tongku Kocik meninggal setahun kemudian, yaitu 1975. Waktu itu, Eri belum lahir, jadi beliau meninggal sebelum bulan September di Pekanbaru. Beliau ini meninggal karena penyakit kanker paru-paru yang diidapnya. Menurut ibu, datuk memang perokok berat. Datuk dipanggil Tongku karena kemampuan ilmu agama yang dimilikinya. Dia diminta orang untuk berceramah ke berbagai tempat. Dia juga mempunyai surau yang menjadi tempatnya mengajar mengaji. Kadang dia juga menikahkan orang. Sekilas bayanganku tentang datuk hanyalah ketika dia duduk di sebuah kursi di ruang tengah di rumah tino. Tidak ada lagi yang bisa kuingat tentang datukku ini. Kata ibu, datuk sangat senang ketika adik laki-lakiku, Dedi, lahir. Dengan bangga dia membawa sesisir pisang untuk diberikan pada adik itu.   

Kini, Datuk Aminuddin beristirahat panjang di makamnya di dekat sebuah lapangan bola di Simandolak, sedangkan Datuk Sulaiman Tongku Kocik bersemanyam di belakang rumah tino, di Bukit Berbunga, Pasar Baru Baserah. Semoga mendapatkan kebahagiaan dalam tidur panjangmu, datuk-datukku ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita "Sutan Nan Garang" dalam Randai Kuantan, Kab. Kuantan Singingi

Pengarang-Pengarang Riau

Kumpulan "Syair Surat Kapal" dari Kabupaten Indragiri Hulu