Korupsi dalam Sajak Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi” karya Edi Ahmad RM

I. Pengantar

Dewasa ini korupsi tak hanya menjadi bagian dari berita-berita di surat kabar atau televisi. Korupsi sudah ada di sekeliling kita, mulai dari yang kelas berat, yang merampok uang rakyat trilyunan rupiah, sampai korupsi waktu yang kadang tidak kita sadari sebagai bentuk dari korupsi.
Mengguritanya korupsi ini pula tampaknya yang merisaukan Edi Ahmad RM sehingga kemudian muncul sajak “Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi”. Kedua sajak ini pernah dimuat di Riau Pos dan kemudian menjadi salah satu sajak terpilih tahun 2009 di dalam kumpulan sajak Ziarah Angin: Sajak Pilihan Riau Pos 2009.
Membaca sajak “Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi” seakan melihat seorang penyair yang bermain-main dengan teks Proklamasi dan teks Pembukaan UUD 45. Bagaimana tidak, teks yang dianggap sedemikian penting bagi bangsa ini, diplesetkan sedemikian rupa. Apakah sajak ini memang hanya sekadar main-main?
Sajak ”Proklakorupsi” dan “UUD Republik Korupsi” menjadi menarik tidak hanya karena pengarangnya berani bermain-main dengan kedua teks penting tersebut, tetapi juga karena kedua sajak ini tidak menggunakan kata-kata yang puitis dan kadang sulit dimengerti, seperti yang kerap terlihat dalam banyak sajak (walaupun hal itu tentu saja tidak merupakan sebuah keharusan). Edi Ahmad RM tidak menggunakan kata-kata yang membuat orang mengerinyitkan dahi di dalam kedua sajak itu. Kata-katanya lugas, membumi, dan relatif mudah dicerna. Penggunaan gaya bahasa yang demikian bukan tanpa maksud. Pentingnya pesan yang hendak disampaikan membuat sajak-sajak ini diperuntukkan tidak hanya pada masyarakat yang mengerti sastra, tetapi juga kalangan masyarakat yang awam terhadap sastra. Selain itu, penggunaan bahasa yang biasa dan umum menandakan bahwa tema korupsi yang diangkat di dalam kedua sajak ini sudah pula menjadi sesuatu yang biasa dan umum terjadi di dalam masyarakat kita.

2. Sajak ”Proklakorupsi” dan ”UUD Republik Korupsi”

2.1 Sajak ”Proklakorupsi”
Proklakorupsi adalah sebuah kata yang tidak mempunyai makna secara literal. Dia adalah bentukan kata dari pengarang yang merujuk atau mengingatkan kita pada kata ”proklamasi” yang berarti ’pemberitahuan resmi kepada seluruh rakyat; pemakluman; pengumuman’. Dugaan tersebut diperkuat dengan teks sajak yang isinya mengingatkan kita pada teks proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia. Singkatnya, proklakorupsi merupakan plesetan dari proklamasi yang digabungkan dengan kata korupsi. Upaya memelesetkan kata ini, tentu saja mempunyai maksud dan makna tertentu.
Di dalam kata ”proklamasi”, terkandung arti kebebasan dan kemerdekaan dari penjajahan. Bagaimana dengan makna ”proklakorupsi”? Untuk menjawab hal tersebut, kita perlu melihat isi sajak ”proklakorupsi” tersebut.
KAMI BANGSA KORUPTOR – YA TETAP KORUPTOR
MENYATAKAN AKAN TETAP KORUPSI
APAPUN STATUS TAK AKAN PEDULI

HAL-HAL YANG MENGENAI HUKUMAN TERHADAP
KORUPTOR DISELENGGARAKAN DENGAN CARA
SEKSAMA – DALAM TEMPO HUKUMAN YANG
SESINGKAT-SINGKATNYA

PEKANBARU, 17 AGUSTUS 2009
ATAS NAMA BANGSA KORUPTOR

NOERDEYEN M TOP – MBAH SUREIF

Dari sajak di atas terlihat adanya “kebulatan tekad’ dari para koruptor untuk tetap melakukan perbuatannya pada setiap kesempatan. “Pemproklamasian” kemerdekaan berkorupsi tanpa peduli status atau jabatan yang disandang. Para koruptor ini pun sudah percaya diri bahwa jika pun mereka tertangkap dan dihukum, hukuman yang akan diterima adalah hukuman yang minimal, DALAM TEMPO HUKUMAN YANG SESINGKAT-SINGKATNYA.
Proklamasi dalam arti ‘kebebasan atau kemerdekaan’ ini kian terjungkir-balikkan karena “Pemproklamasian” tersebut dilakukan pada tanggal “keramat” bagi bangsa Indonesia, yaitu 17 Agustus. Sementara, Soekarno-Hatta diganti dengan dua nama yang terkenal karena reputasinya msing-masing. Kedua nama ini juga diplesetkan dari Noordin M. Top yang kerap disebut-sebut sebagai gembong teroris, menjadi Noerdeyen M. Top. Tokoh lainnya adalah Mbah Surip seorang penyanyi gaek yang terkenal dengan lagunya ”Tak Gendong” dan ”Bangun Tidur” menjadi Mbah Sureif. Tidak didapatkan hubungan langsung antara kedua tokoh ini dengan masalah korupsi. Akan tetapi, tampaknya penyair ingin memperlihatkan adanya perubahan terhadap tokoh-tokoh yang menjadi ”idola” bagi masyarakat. Tokoh Noerdeyen M. Top, ciptaan Edi Ahmad RM ini, mengandung makna egosentris, kepentingan ke-aku-an, atau lebih luas, kepentingan golongannya sendiri. Hal itu dapat dilihat dari penggunaan kata deyen yang berarti ’saya; aku’ dalam bahasa Melayu Dialek Kampar dan sebagian Kuantan Singingi. Sementara tokoh Mbah Sureif menjelma dari Mbah sure if (sure ’pasti; yakin’ dan if ’jika’) yang tampaknya menyindir orang-orang yang dengan mudah bersumpah untuk menyakinkan orang bahwa apa yang diperbuatnya adalah suatu kebenaran.


2.2 Sajak ”UUD Republik Korupsi”

Penggunaan sebagian teks yang sudah dikenal masyarakat, seperti teks Pembukaan UUD 45 ini, sebagai bagian dari sajaknya, kian membuat sajaknya ini familiar bagi banyak orang.
BAHWA SESUNGGUHNYA.....
ADALAH HAK SEGALA BANGSA -DAN OLEH SEBAB ITU- MAKA ....HARUS DIHAPUSKAN KARENA TIDAK SESUAI DENGAN....

DAN PERJUANGAN PERGERAKAN ... TELAH SAMPAI KEPADA SAAT YANG BERBAHAGIA MENGANTARKAN ... KE DEPAN PINTU GERBANG ...

ATAS BERKAT ... DAN DENGAN DIDORONG OLEH KEINGINAN ...
KEMUDIAN DARI PADA ITU ... UNTUK MEMBENTUK SUATU PEMERINTAHAN YANG MELINDUNGI SEGENAP ... DAN SELURUH ... MAKA DISUSUNLAH SUATU UNDANG-UNDANG DASAR ... YANG TERBENTUK DALAM SUATU SUSUNAN NEGARA REPUBLIK ... YANG BERDAULAT ...

Titik-titik di dalam teks Pembukaan UUD 45 di ataslah yang diisi oleh Edi Ahmad RM dengan resepsinya tentang masalah korupsi yang meraja lela di dalam masyarakat. Dia menganggap koruptor telah berjaya mengobrak-abrik kehidupan bangsa Indonesia. Hal tersebut tampak dari beberapa hal sebagai berikut.

(a) Pengkhianatan terhadap Tujuan dan Cita-Cita Negara
Di dalam Pembukaan UUD 1945 termaktub cita-cita atau tujuan negara Republik Indonesia yang hendak (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (ii) memajukan kesejahteraan umum (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerde¬kaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial.
Tindak korupsi yang marak tentu saja menghambat ketercapaian tujuan negara tersebut. Tidak hanya sekadar menghambat, koruptor dengan tindak korupsinya telah mengkhianati cita-cita dan tujuan yang mulia tersebut.
Bagaimana tidak. Cita-cita untuk melindungi segenap bangsa Indonesia berubah menjadi melindungi para koruptor, UNTUK MEMBENTUK SUATU PEMERINTAHAN YANG MELINDUNGI SEGENAP KORUPTOR DAN SEGALA TINDAK-TANDUKNYA. Cita-cita memajukan kesejahteraan umum beralih menjadi menyengsarakan rakyat karena uang negara dikorupsi sehingga kesejahteraan hanya milik sebagian kecil orang. Keinginan sebagian orang untuk memperkaya diri dengan cara menyalahgunakan wewenang sehingga memperoleh kekayaan akan membuat masyarakat kian terpuruk dalam kemiskinan dan penderitaan, seperti kutipan sajak ini ATAS BERKAT ENTAH TUHAN YANG MANA --DAN DENGAN DIDORONG OLEH KEINGINAN NAFSU—UNTUK MERAMPOK KEKAYAAN NEGARA – SUPAYA BERKEHIDUPAN KAYA YANG RAYA: MAKA RAKYATLAH YANG MENJADI KORBAN PENDERITAANNYA.

(b) Tidak adanya Persamaan di Depan Hukum
Sudah sering terjadi, hukuman yang dijatuhkan kepada orang miskin berbeda dengan orang kaya dan berpangkat, bahkan walaupun nominalnya jauh lebih besar. Dengan demikian, prinsip persamaan di depan hukum dikesampingkan karena uang sogokan yang diberikan kepada para penegak hukum. Dengan uang, hukuman dapat dinegosiasikan. Hal seperti itulah yang disampaikan melalui sajak ini.
DAN PERJUANGAN PERGERAKAN KORUPSI TELAH SAMPAI KEPADA SAAT YANG BERBAHAGIA --MENGANTARKAN PARA KORUPTOR—KE DEPAN PINTU GERBANG PENJARA DENGAN HUKUMAN YANG CINCAI-CINCAILAH

Jadi, jika terpaksa dihukum, hukuman yang diterima adalah hukuman yang ringan. Bahkan setelah di penjarapun, para koruptor (dan orang-orang yang dapat membeli keadilan) ini masih mendapatkan fasilitas yang mewah yang berbeda dari narapidana lainnya. Hal itu disebabkan koruptor lain memanfaatkan kesempatan itu untuk berkorupsi, memperkaya diri.

(c) Upaya Memandulkan Pemberantas Korupsi
Dalam negara yang orang-orangnya korup, penegak hukum adalah musuh. Hal itu disebabkan, para penegak hukum inilah orang-orang yang dapat menghentikan langkah para koruptor tersebut untuk terus memperkaya diri dan keluarganya. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan supaya para penegak hukum ini bungkam. Salah satu cara adalah dengan memberikan suap kepada para penegak hukum ini. Akan tetapi, apabila cara tersebut tidak berhasil, mereka akan menempuh cara lain, seperti upaya mendiskreditkan lembaga atau orang-orang di dalamnya.
Beberapa waktu ini, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sosok yang dianggap musuh bersama oleh para koruptor. Sepak terjang KPK telah mengusik kenyamanan para koruptor. Oleh karena itu, di dalam sajak ini, dinyatakan bahwa KPK (KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI) HARUS DIHAPUSKAN KARENA TIDAK SESUAI DENGAN HARAPAN PARA KORUPTOR.
Kondisi ini tentu saja membuat miris, apalagi sebelumnya ada kalimat bahwa KORUPSI ADALAH HAK SEGALA BANGSA ... yang seolah-olah korupsi adalah sebuah hak, sesuatu yang sewajarnya diterima dan dilakukan. Keadaan ini semakin memprihatinkan karena korupsi sudah menjadi hak dari semua (anak) bangsa. Hal itu menggambarkan bahwa korupsi telah memasyarakat, dilakukan secara berjamaah, dan tak kenal status atau jabatan, yang penting ada kesempatan dan keinginan berkorupsi.

(d) Pengabaian terhadap Tuhan
Pada dasarnya, korupsi adalah mengambil sesuatu yang bukan hak miliknya secara tidak halal. Tuhan dan ajaran dari agama apapun tentu saja tidak memperbolehan hal tersebut. Oleh karena itu, Edi Ahmad RM menyatakan bahwa ATAS BERKAT ENTAH TUHAN YANG MANA di dalam sajaknya. Para koruptor telah mengabaikan Tuhannya ketika melakukan tingkah korupsinya. Tuhan telah digantikan dengan nafsu memperkaya diri dan dengan uang yang bergelimang.

3. Penutup

Sajak ini menggambarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini yang dililit masalah korupsi. Korupsi telah menghancurleburkan tatanan bernegara kita. Keinginan untuk memperkaya diri dengan jalan korupsi telah mengkhianati cita-cita bangsa untuk berpihak pada kemashlahatan bersama. Para koruptor pun telah mengabaikan Tuhannya dan menggantikannya dengan menuhankan benda dan kesenangan sesaat. Sajak ini sebagai peringatan bahwa korupsi telah mulai dan dapat memporakporandakan tatanan negara.

(dimuat di Riau Pos, Ahad, 28 Februari 2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita "Sutan Nan Garang" dalam Randai Kuantan, Kab. Kuantan Singingi

Pengarang-Pengarang Riau

Kumpulan "Syair Surat Kapal" dari Kabupaten Indragiri Hulu