Ziarah ke Kuburan Niniak Tuanku Putih

Dulu ketika masih kecil, setiap berlebaran di kampung, pada hari raya ketiga, keluarga besar kami akan berziarah ke kuburan Niniak Tuanku Putih di Kampung Kepala Pulau, Baserah. Niniak ini adalah ayah dari Tinoku, Bulih Urai. Untuk pergi ke kampung itu, kami menggunakan pompong, sejenis sampan beratap yang memakai mesin. Maklumlah, waktu itu, jalan ke Kampung Kepala Pulau masih belum bagus. Hanya beberapa tempat yang sudah disemen. Jalan seperti ini biasa disebut jalan bangdes karena pembiayaannya menggunakan uang pembangunan desa (bangdes).

 Naik pompong menjadi keasyikan tersendiri bagi kami. Pemandangan indah di sepanjang Batang Kuantan, benar-benar memanjakan mata. Sesekali, terlihat orang-orang yang mandi di sungai tersebut. Sejuknya air sungai membuat kami menjulurkan tangan ke air. Akan tetapi, tidak lama karena orang-orang tua akan melarang kami, khawatir mengundang buaya yang masih ada di sungai tersebut, walaupun jarang terlihat.

Yang kami kunjungi di Kampung Kepala Pulau itu bukan hanya sebuah makam. Di sana ada empat makam. Satu makam niniak dan dua lagi adalah makam istrinya yang juga dikuburkan berdekatan dengannya. Dari kedua istrinya inilah, niniak menghasilkan keluarga besar. Keluarga tinoku hanyalah salah satu di antaranya.

Aku sendiri tidak pernah bertemu niniak. Dari cerita yang kudapat, niniak berperawakan seperti orang barat. Kulitnya putih dengan mata "pirang". Ibuku mengatakan bahwa niniak itu mempunyai perawakan yang mirip dengan Mak Fir (Firdaus Malik, mantan Wakil Gubernur Riau) yang memang masih termasuk cucunya. Konon, niniak ini berasal dari Rokan. Dia kemudian pergi ke Rantau Kuantan untuk mengajar agama Islam. Di rantau inilah dia berkeluarga dan meninggal. Niniak ini mempunyai seorang adik laki-laki yang kemudian mengabdi di Kerajaan Siak. Adik niniak ini mempunyai ciri khas, yaitu mempunyai anak lida yang bercabang. Cerita mengenai keluarga niniak lainnya, tidak diketahui lagi.

Ketiga makam niniak-niniak tersebut terletak di dekat sebuah mesjid. Mesjid itu dinamai seperti nama niniak, Mesjid Tuanku Putiah. Mesjid itu berlantai dua. Akan tetapi, ketika kami berkunjung, hanya lantai satu saja yang dipergunakan. Dulu, kata ibuku, mereka kerap bermain di lantai atas itu.

Sebelum acara di dalam mesjid, terlebih dahulu berdoa di makam niniak-niniak. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara ke dalam mesjid. Acara di mesjid itu lebih ke arah silaturrahmi keluarga besar niniak yang pada hari-hari biasa jarang bertemu. Apalagi beberapa di antara mereka tidak tinggal di Baserah, tetapi merantau ke beberapa tempat. Biasanya ada ceramah agama dan diakhiri acara makan-makan. Makanan-makanan ini dibawa dari rumah masing-masing. Acara cicip-mencicipi makanan yang dibawa keluarga yang lain tidak jarang terjadi.

Sudah lama, aku dan keluarga besarku tidak ke sana. Konon, mesjid sudah diperbaiki. Jalan ke sana pun sudah bagus....

Catatan:
anak lida         =  anak tekak
niniak              =  bapak/ibu dari nenek kita
mato pirang     =  warna mata yang coklat muda
pompong        =  sampan beratap yang menggunakan mesin
tino                 =  nenek

sumber foto pompong http://www.flickr.com/photos/doenkchay/2806859432/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita "Sutan Nan Garang" dalam Randai Kuantan, Kab. Kuantan Singingi

Pengarang-Pengarang Riau

Kumpulan "Syair Surat Kapal" dari Kabupaten Indragiri Hulu