Strukturalisme Levi-Strauss : Mitos dan Karya Sastra (Heddy Shri Ahimsa Putra)


 Ringkasan
Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra merupakan buku yang ditulis oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra. Buku ini berisi tulisan mengenai konsep-konsep strukturalisme Levi-Strauss dan penerapannya di dalam mitos-mitos orang Indian. Buku ini juga memuat kritik-kritik yang ada terhadap perangkat, metode penelitian, interpretasi data etnografi, dan hasil analisis yang dilakukan Levi-Strauss. Tidak itu saja, buku ini juga dilengkapi dengan analisis ala strukturalisme Levi-Strauss oleh penulis terhadap mitos-mitos dan karya-karya sastra yang terdapat di Indonesia.

Kajian yang penting dari mitos
Levi-Strauss memberikan perhatian yang sangat besar terhadap mitos. Hal itu diperlihatkannya dengan bertahun-tahun bergelut dengan mitos dan beratus mitos yang telah ditelitinya. Levi-Strauss (Leach melalui Ahimsa-Putra, 2006:79) menganggap bahwa pada dasarnya mitos adalah ekspresi atau perwujudan dari unconscious wishes, keinginan-keinginan yang tidak disadari, yang sedikit banyak tidak konsisten, tidak sesuai, tidak klop dengan kenyataan sehari-hari.
Mitos identik dengan sesuatu yang penuh khayalan dan tidak masuk akal. Hal tersebut membuat orang berpikir bahwa mitos adalah cerita pengantar tidur bagi anak-anak atau bagi masyarakatnya sebagai pelegitimasi sesuatu yang dipercaya. Tidak banyak yang berpikir bahwa mitos mengandung nalar manusia yang terbungkus ke dalam sebuah cerita yang dianggap penuh imajinasi “liar”. Nalar manusia ini cenderung bersifat universal. Hal ini pula tampaknya yang membuat adanya kemiripan-kemiripan terhadap berbagai cerita di berbagai belahan dunia yang masyarakatnya tidak mempunyai hubungan sama sekali. Dengan demikian, melalui penelitian terhadap mitos, Levi-Strauss berpendapat  orang akan dapat memahami human mind atau nalar manusia suatu masyarakat.

Keunggulan buku Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra
Strukturalisme Levi-Strauss dapat dipandang sebagai “penghargaan” disiplin  ilmu lain terhadap linguistik. Biasanya linguistik dan sastra  mengadopsi teori-teori lain, di luar bidangnya, seperti  Sosiologi, Psikologi, dan sebagainya sehingga orang mengenal ada sosiolinguistik, psikolinguistik, sosiologi sastra, dan psikologi sastra. Akan tetapi, linguistik dan sastra ternyata juga dapat diadopsi oleh bidang lain, seperti yang dilakukan Levi-Strauss untuk bidang Antropologi.  
              Namun teori strukturalisme Levi-Strauss tidak banyak disinggung dalam perkuliahan sastra S-1. Buku-buku “wajib” seperti Teori Kesusastraan (1989) karya Rene Wellek dan Autin Warren, Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra (1988) karya A. Teeuw sama sekali tidak membicarakan hal tersebut.   Hanya Raman Selden dalam bukunya Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini (1991) yang  membicarakan teori strukturalisme Levi-Strauss, itu pun hanya dalam 6 baris.
              Buku Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra karya Heddy Shri Ahimsa-Putra  salah satu buku yang membahas strukturalisme ala  Levi-Strauss. Bahkan bisa jadi buku ini merupakan satu-satunya buku yang berisi teori-teori strukturalisme Levi-Strauss yang terlengkap dan disampaikan dengan cara yang sistematis. Di dalam buku ini selain berbagai teori, dikemukakan pula cara pengaplikasiannya terhadap mitos dan karya sastra.  Kritik-kritik terhadap Levi-Strauss juga disertakan. Hal ini juga dapat membantu pembaca untuk mengetahui “kekurangan” Levi-Strauss ketika melakukan penelitian dan analisis. Dengan demikian, diperoleh keuntungan yaitu peneliti tidak akan melakukan “kesalahan” yang dilakukan   Levi-Strauss dan “kekurangan” yang ada pada konsep-konsep Levi-Strauss dapat disempurnakan sehingga didapat hasil yang lebih maksimal.
              Nilai tambah yang sangat besar yang ada di dalam buku ini adalah penerapan strukturalisme Levi-Strauss terhadap mitos dan karya sastra Indonesia. Penulis mengungkapkan dengan cukup rinci langkah-langkah kerja yang harus dilakukan ketika  meneliti dengan mempergunakan  strukturalisme Levi-Strauss. Hal tersebut sangat membantu peneliti lain untuk mengikutinya dan kalau mungkin mengembangkannya.
Penelitian yang dilakukan penulis buku ini terhadap dongeng Bajo (Pitoto’ si Muhamma’), Dewi Sri, Sawerigading, Sri Sumarah, Bawuk dan Para Priyayi membuktikan bahwa strukturalisme Levi-Strauss bisa diterapkan pada karya sastra lama dan modern, lisan dan tulisan. Selain itu, penelitian dalam buku ini juga memperlihatkan bahwa strukturalisme Levi-Strauss dapat diterapkan pada satu karya (satu teks) dapat pula satu karya dengan karya lain (interteks),
              Selain itu, kelebihan buku ini terletak pada bahasa yang dipergunakan. Penulis menyajikan buku ini dengan bahasa yang cukup mudah dimengerti oleh para pembaca. Bahasa yang demikian tentu saja akan membantu pembaca untuk memahami konsep-konsep Strukturalisme Levi-Strauss dan penerapannya.

Kritik terhadap buku Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra
Namun ada beberapa hal yang patut dipertanyakan terhadap tulisan di dalam Ahimsa-Putra ini. Pertama, masalah penggunaan istilah mitos. Di dalam buku ini mitos digunakan dengan pengertian yang sangat luas. Hal itu terlihat dari pemakaian istilah mitos untuk cerita rakyat dan karya-karya sastra modern. Walaupun karya sastra  seperti karya Umar Kayam yang dianalisis di dalam buku ini berunsur imajinatif, tetapi pembaca akan sulit menerima jika karya sastra seperti ini disebut dongeng, seperti pengertian mitos yang diajukan di dalam tulisan ini. Dalam pandangan umum, dongeng identik dengan cerita mengenai dewa-dewi, hantu-hantu, atau manusia “luar biasa” yang melakukan hal-hal yang hebat dan tidak masuk akal di negeri antah beratah. Sementara karya sastra walaupun juga terkadang absurd, namun banyak bercerita mengenai kehidupan manusia “biasa” dengan latar yang familiar dengan pembaca. Penggunaan istilah-istilah tersebut tersebut dapat membingungkan pembaca. Apalagi jika pembaca tidak membaca keseluruhan tulisan di buku ini.
Kedua, penggunaan istilah  tinanda yang merujuk pada signified. Istilah ini tidak umum (tidak baku) digunakan. Di dalam bahasa Indonesia, signified diterjemahkan menjadi petanda, bukan tinanda, seperti yang digunakan di dalam buku ini.  Ada baiknya, jika buku ini dicertak ulang, istilah tinanda ini diganti menjadi petanda, sebuah istilah yang lebih baku.
Pertanyaan selanjutnya terhadap tulisan ini adalah masalah objek yang digunakan dalam penelitian yang menggunakan teori strukturalisme Levi-Strauss ini. Ahimsa-Putra mengatakan bahwa dia tidak memilih objek penelitian yang digunakannya untuk teori ini. Maksudnya, dia mengambil dongeng Bajo (Pitoto’ si Muhamma’), Dewi Sri, Sawerigading, Sri Sumarah, Bawuk dan Para Priyayi sebagai objek penelitian hanyalah kebetulan belaka. Dengan demikian, karya sastra apa pun dapat atau boleh diteliti dengan menggunakan teori ini. Apakah hal tersebut benar? Pertanyaan ini berangkat dari beragamnya cerita rakyat dan juga karya sastra modern. Cerita rakyat, misalnya kerap hanya terdiri dari cerita yang sangat pendek, seperti yang pernah saya temukan, sehingga tidak dapat dibagi dalam episode-episode yang lengkap dan bersebab akibat (mempunyai plot; bukan sekadar cerita), seperti yang dilakukan Ahimsa-Putra. Demikian juga dengan karya sastra modern seringkali tidak mengandung nilai etnis atau budaya daerah tertentu, tetapi lebih bersifat universal. Apakah karya-karya seperti itu juga dapat dianalisis secara strukturalisme Levi-Strauss, mengingat contoh-contoh yang dibuat di dalam  ini kental dengan nilai budaya masyarakat tertentu (Bajo dan Jawa)?  Seperti yang disebutkan  Ahimsa-Putra (2006:75) menemukan human mind akan lebih sulit dilakukan pada masyarakat (Barat) karena nalar mereka sudah tertutupi oleh pola pikir yang diperoleh di tengah kondisi kehidupan yang didukung oleh teknologi tinggi dan dipengaruhi oleh sistem pendidikan formal di sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Bukankah  sebagian besar, kalau tidak mau disebut semua, karya-karya sastra modern ditulis oleh orang-orang yang berpendidikan, bahkan pendidikan tinggi? Bukankah dengan demikian akan sulit pula menemukan nalar manusia yang dasar atau primitif di dalam karya-karya mereka?

Pendapat mengenai buku tersebut
Terlepas dari berbagai pertanyaan di atas, buku Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra adalah buku yang sangat perlu untuk dibaca para mahasiswa, peneliti, dan peminat sastra sehingga   wawasan mengenai cara pandang yang lain untuk “membongkar” mitos bertambah. Penyajian yang sistematis, aplikatif, dan bahasa yang jelas membuat pembaca cukup mudah memahami penjelasan di dalam buku ini.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Kecil Bahasa Melayu Dialek Kuantan Singingi (Huruf O dan P)

Kumpulan "Syair Surat Kapal" dari Kabupaten Indragiri Hulu

Legenda Pulau Halang