Jonru

Nama aslinya Jon Riah Ukur Ginting. Di dunia maya ia lebih dikenal dengan nama Jonru. Ia menjadi sangat terkenal berkat unggahan-unggahannya di media sosial pada masa pemilihan presiden (pilpres) 2014 lalu. Konon, berkat unggahan-unggahannya itu, laman penggemar (fan page)-nya di-like ribuan orang, baik sebagai penggemar maupun sebagai pembenci (hater). Dalam laman itulah mereka melontarkan dukungan atau sanggahan atas pernyataan-pernyataan Jonru. Bahkan, mereka pun kemudian mem-bully-nya sehingga terjadilah saling (mem)-bully antarmereka melalui kata-kata.

Dalam perkembangannya, ia semakin populer setelah namanya (Jonru) dijadikan kosakata baru. Entah siapa yang memopulerkannya, yang jelas, akhir-akhir ini jonru menjadi sangat terkenal, terutama di dunia maya. Bahkan, Rifan Heriyadi membuat foto suntingan dari tampilan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) luring (offline) yang memberi kesan seolah-olah jonru sudah terdapat di dalam KBBI, dengan tampilan sebagai berikut.

Jon.ru adalah ‘Perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang)’; men.jon.ru ‘menjelekkan nama orang (menodai nama baik, merugikan kehormatan).’

Sementara itu, Ahmad Sahal (dalam twitter-nya) menulis bahwa jonru adalah ‘menghalalkan fitnah kepada orang yang tidak disukai’ sehingga bila seseorang memfitnah, ia dapat dikatakan “menjonru”.

Begitulah, seperti bola salju, jonru terus menggelinding, menggoda kreativitas facebooker untuk memunculkan kata-kata turunannya. Suryadi Sunuri, misalnya, menawarkan istilah menjonru, menjonrukan, menjonrui, memperjonrukan, dijonrui, terjonrukan, jonruan, penjonruan, menjonru-jonru, dan kejonru-jonruan. Bahkan, ada yang “genit” membuat kata  jonru bingits.

Fenomena menjadikan nama (tokoh) sebagai “kosakata baru” sebenarnya sudah terjadi sebelumnnya. Sebut saja dimunirkan dan vickinisasi. Kedua istilah itu, masing-masing, muncul setelah kasus Munir Said Thalib (pegiat HAM yang meninggal di dalam pesawat dalam perjalanan dari Indonesia ke Amsterdam) dan kasus Vicky Prasetyo (selebritas yang membabi buta dalam berbahasa) mencuat. Dalam situs kamusslang.com (yang berisi istilah-istilah slang) disebutkan bahwa dimunirkan berarti ‘diracun seperti Munir untuk dibungkam agar tidak mengungkapkan kebenaran.’ Situs itu memberi contoh penggunaan dimunirkan dalam  kalimat berikut.

Meskipun berhasil ditangkap, beberapa orang khawatir Nazaruddin akan dimunirkan sehingga kebenaran tetap tidak akan terungkap.

Selain Jonru dan Munir, nama (tokoh) yang dijadikan kosakata (untuk menjabarkan sebuah konsep tertentu) adalah Hamdan ATT dan Gayus Halomoan Pertahanan Tambunan (dalam andiraihan.blogspot.com).

Hamdan ATT adalah seorang penyanyi dangdut terkenal di Indonesia.

Mungkin karena buncit, penyanyi dangdut itu harus merelakan namanya untuk penyebutan wanita hamil. Sementara itu, nama Gayus (PNS di Ditjen Kemenkeu, penilap pajak) digunakan untuk membungkus konsep segala sesuatu yang dianggap negatif, seperti nama penyakit kronis; ketagihan pada uang; berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan uang; serta keahlian mendapatkan keuntungan dengan cara ilegal.

Dalam kasus yang lain, nama (tokoh) juga sering digunakan untuk berolok-olok (plesetan). Pada umumnya, nama (tokoh) itu diperlakukan sebagai akronim. Harmoko (Menteri Penerangan pada zaman Orde Baru itu), misalnya, karena frekuensi kemunculannya dalam menyosialisasikan berbagai program pemerintah sangat tinggi, orang memelesetkan namanya menjadi Hari-hari omong kosong. Begitu pula tokoh lain, seperti Dedi Dores, Titi Dj, Aa Gym GTL, dan Titi Kamal, masing-masing diplesetkan menjadi Dengan diiringi Doa restu, haTi-hati Di jalan, Agak-agak Gimana gito loh, dan haTi-hati Kalo malam.

Rupanya, perlakuan nama (tokoh) sebagai akronim berkembang semena-mena. Hampir semua nama diplesetkan secara suka-suka, sesuai dengan keinginan penggunanya.
Abidin, misalnya, ada yang memplesetkan menjadi Anggur bir dingin, tetapi juga ada yang memanjangkannya menjadi Atas biaya dinas (sindiran bagi para haji/hajah yang tidak bermodal saat beribadah ke Tanah Suci). Sementara itu, Basuki diplesetkan menjadi Banjingan asu kirik, tetapi juga dipanjangkan menjadi Bila suka buktikan; Beti diplesetkan menjadi Beda tipis, tetapi juga dipanjangkan menjadi Berat hati; Gatot diplesetkan menjadi Gagal total, tetapi juga dipanjangkan menjadi Gadis bontot; Jamal diplesetkan menjadi Jalan Magelang’, tetapi juga dipanjangkan menjadi Jangan malas; dst.

Setakat ini, kata/istilah yang diangkat dari nama (tokoh) itu memang belum termuat di dalam KBBI. Sebagian besar kata/istilah itu masih “terekam” dalam kamus-kamus gaul yang publikasinya pun terbatas. Akan tetapi, bukan tidak mungkin istilah-istilah itu akan menjadi bagian dari kosakata bahasa Indonesia. Apalagi, jika konsep yang dirangkumnya memang spesifik, kata/istilah itu bisa jadi akan semujur histeris dan narsis. Menurut Danardana (Riau Pos, 23 November 2014), histeris dan narsis itu pun diangkat dari dua nama (tokoh) dalam mitologi Yunani Kuno: Histeria dan Narcissus, yang sama-sama mengalami masalah psikologis. Histeria, karena mengalami ketidakberesan pada rahimnya, sering berlaku aneh dan selalu berteriak-teriak: kadang menangis, kadang tertawa, dan kadang marah-marah tidak dapat lagi mengendalikan emosinya. Sementara itu, Narcissus berperilaku aneh dengan mencintai dan mengagumi diri sendiri secara berlebihan.

Akan semujur histeris dan narsis-kah jonru? Mungkinkah pada suatu saat nanti orang akan berceloteh bahwa jonru itu lebih kejam daripada pembunuhan, bukan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan? Entahlah!***

Dimuat di kolom "Alinea" Riau Pos, Ahad, 4 Januari 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita "Sutan Nan Garang" dalam Randai Kuantan, Kab. Kuantan Singingi

Pengarang-Pengarang Riau

Kumpulan "Syair Surat Kapal" dari Kabupaten Indragiri Hulu